FokusFakta.com – Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menjawab tegas soal sikapnya menghadapi polemik pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Pertanyaan tersebut dilayangkan calon presiden nomor urut 2, Ganjar Pranowo mengingat Anies pernah menjabat sebagai Gubernur yang seharusnya paling memahami situasi terkini di Jakarta.
Menurut Anies, alih-alih memindahkan ke IKN, ia lebih memilih untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah di Jakarta satu-persatu.
“Kalau ada masalah, jangan ditinggalkan, tapi diselesaikan. Ketika di Jakarta menghadapi masalah lingkungan hidup, lalu lintas, kepadatan penduduk itu harus diselesaikan. Ditinggalkan tidak kemudian membuat otomatis selesai,” tegas Anies dalam debat capres-cawapres 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Anies memaparkan, berbicara soal lalu lintas, kontribusi aparat sipil negara di dalam kemacetan hanya 4-7 persen jadi tak akan mengurangi kemacetan di Jakarta.
“Kalau soal lingkungan hidup, kalau yang pindah pemerintah sementara bisnis, keluarga masih tetap di sini maka tetap masih ada masalah,” tegas Anies.
Bukan tanpa solusi, Anies mengatakan pihaknya berpandangan masalah Jakarta harus diselesaikan dengan menambah transportasi umum berbasis listrik dan membangun taman agar Jakarta menjadi kota yang lebih nyaman.
“Jadi, kita jangan meniru pemerintah Belanda. Mereka punya Kota Tua, ketika Kota Tua turun permukaan, mereka pindah ke Selatan, bikin di sekitar Monas, masalah tidak diselesaikan,” tutur Anies.
Pada kesempatan tersebut, Anies pun menyinggung soal masalah yang sangat genting di Kalimantan itu sendiri, yakni kebutuhan untuk membangun sekolah, membangun jalur kereta api atau jalur tol antar kota.
“Yang merasakan dari uang itu ya rakyat. Sementara yang kita kerjakan hanya membangun tempat untuk aparat sipil negara bekerja, bukan untuk rakyat maupun pusat perekonomian,” tambahnya.
Sontak Anies menilai keputusan pemindahan IKN merupakan bukti produk hukum yang tidak melalui proses dialog publik secara lengkap dan benar.
“Sehingga dialognya sesudah menjadi Undang-Undang dan ketika dialognya sudah Undang-Undang, siapapun yang kritis dianggap oposisi, siapapun yang pro dianggap pro pemerintah,” ungkap Anies.
Anies turut menyorot tidak adanya proses pembahasan yang komprehensif soal IKN yang memberikan ruang kepada publik untuk membahas sebuah peraturan sebelum ditetapkan.
“Kami melihat ada kebutuhan-kebutuhan urgent yang dibangun untuk rakyat. Kalau hari ini kita belum bisa menyiapkan pupuk lengkap, tapi pada saat yang sama kita membangun sebuah istana untuk presiden, di mana rasa keadilan kita?,” tutupnya