Agama sipil bukanlah agama sebagaimana yang kita pahami layaknya agama abrahamik, atau Hindu-Buddha, atau Konghucu dan lain semacamnya. Ia turun dari sebuah kolektivisme masyarakat yang memiliki keyakinan tertentu berdasarkan konsensus akan suatu tatanan hidup yang lebih baik.
Selama pergelutan saya dalam mempelajari sosiologi, saya menkhususkan diri pada pada studi-studi tentang sosiologi agama. Namun, saya tidak menggunakan sudut pandang ala Timur, melainkan menggunakan kacamata Barat untuk melihat masyarakat dalam agamanya. Selama perseluncuran dalam dunia akademik, saya ditemukan banyak tokoh-tokoh sosiolog agama, mulai dari yang paling klasik seperti Weber, Durkheim dan kawan-kawan, hingga paling kontemporer seperti Peter L. Berger dan Bryan Turner.
Namun, dari sekian tokoh itu, saya dipertemukan oleh salah satu tokoh sosiolog agama kontemporer yang memiliki ide yang unik, yang berbeda dengan yang lain, bahkan temuannya berbeda dari yang lain. Ia adalah Robert N. Bellah. Seorang sosiolog Amerika yang berhasil menemukan sebuah konsep tentang Agama Sipil.
Gagasan Bellah dapat dibaca dalam sebuah buku kecil yang ditulis oleh Ahmad Sahidah. Beliau adalah seorang dosen sosiologi agama di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Melalui karyanya yang diberi judul “Agama Sipil: Robert N. Bellah,” Sahidah menuliskan secara sistemik tentang konsep agam sipil.
Buku yang diterbitkan pada 2020 lalu oleh penerbit Cantrik Pustaka itu ditulis dengan komperhensif. Di awali dengan persoalan masalah epistemologis tentang agama, sejarah agama, dan sudut pandang melihat agama dari berbagai dimensi.
Sebelum pada titik inti pada persoalan agama sipil versi Bellah, Sahidah selaku penulis buku ini menjabarkan terlebih dahulu bagaimana kondisi agama di Amerika khususnya ketika Bellah menuliskan gagasannya. Mulai dari sejarah pendudukan warga Inggris pada masyarakat Indian yang beriringan dengan pengikisan agama masyarakat setempat, hadirnya agama Katolik dan Protestan sebagai agama mayoritas di Amerika, agama minoritas hingga beberapa sekte.
Tak hanya sampai disitu saja, penulis yang pernah menjadi pengajar Filsafat Etika di Universitas Utara Malaysia ini juga menjelaskan mengenai biografi dari Bellah. Mulai dari riwayat hidup, pendidikan, kondisi sosial ketika Bellah hidup, hingga pada persoalan corak pemikiran Bellah. Tujuan penulis memaparkan itu semua sebelum ke bab pamungkas tentang agama sipil adalah agar pembaca dapat memahami bagaimana konsep agama sipil itu muncul di benak Bellah.
Buku yang ditulis setebal 136 lebih halaman itu, di bab klimaksnya membahas tentang agama sipil. Secara sederhana, agama sipil yang dimaksud oleh Bellah bukanlah agama-agama institusional seperti Gereja, atau lainnya. Namun, agama sipil mengandung dimensi religius atau trasedental, nilai kebaikan, nilai tatanan hidup, nilai kemanusiaan, cita-cita bersama, dan lainnya layaknya agama institusional yang kita kenal.
Oleh karenanya, dalam konteks masyarakat Indonesia, Pancasila dapat dikatakan sebagai agama sipil yang memuat berbagai nilai moral, tujuan hidup, tatanan masyarakat yang lebih baik, nilai trasedental untuk kehidupan manusia Indonesia lebih baik. Agama sipil adalah konsensus, keyakinan, yang tumbuh dari masyarakat dan dipercayai sebagai sesuatu yang agung.
Sahidah menjadi kunci awal kajian tentang agama sipil di Indonesia. Namun, sayangnya dari buku yang ditulisnya itu, pembahasan tentang agama sipil hanya secuil dari penjabarannya panjang lebar tentang agama dan biografi di bagian awal buku hingga menengah. Walhasil, pembahasan tentang agama sipil barangkali belum disistematisasi dalam sebuah proporsi yang bisa digunakan untuk membedah sebuah realitas masyarakat. Sahidah hanya menyampaikan sebatas definisi, analogi, dan perumpamaan apa yang dimaksud dengan agama sipil.