Anak adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga, dirawat, dan dididik dengan baik oleh orang tuanya. Jangan sampai orang tua mengabaikan hak-hak anak seperti hak mendapatkan curahan kasih sayang dan pendidikan yang layak dari orang tuanya.
Oleh karenanya, dibutuhkan persiapan yang matang ketika pasangan suami istri ingin memiliki momongan. Orang tua harus membekali diri dengan ilmu atau tata cara pengasuhan anak yang baik dan benar. Jangan sampai orang tua merasa kewalahan dan stres mengasuh anak akibat ketidaktahuannya tentang tata cara merawat dan mengasuh anak.
Salah satu hal yang penting dipahami ketika memiliki anak adalah mengetahui karakter setiap anak. Bahwa setiap anak itu berbeda dan tidak bisa disamaratakan dengan anak-anak pada umumnya.
Dalam buku ‘Merajut Jiwa yang Sehat, Menjadi Pribadi yang Peduli dan Tangguh’ dijelaskan, anak memiliki temperamen yang berbeda-beda, ada yang cukup tenang, ada yang mudah gelisah dan menangis, ada yang mudah ditangani, ada yang sebaliknya. Pola pengasuhan yang luwes dengan orang tua yang dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang berbeda-beda ditemukan menjadi model pengasuhan paling efektif.
Sikap orang tua yang hangat, otoritatif, dan responsif sangat penting untuk membangun resiliensi atau ketangguhan dari anak. Otoritatif berasal dari kata authoritative, menunjuk pada kemampuan orang tua menjadi figur otoritas, pemberi arahan benar salah atau baik buruk bagi anak. Jadi, kehangatan dan keterbukaan seyogianya sekaligus digabungkan dengan peran sebagai tokoh otoritas ini (hlm. 4).
Ketika seorang anak tumbuh semakin besar dan menjadi anak remaja, persoalan yang dihadapinya pun akan semakin kompleks. Misalnya, persoalan dengan teman-teman di sekolah, persoalan dengan lawan jenis yang disukainya, dan sebagainya.
Dalam buku ini diungkap bahwa ada banyak hal mengkhawatirkan yang dapat dilakukan remaja, dari membolos sekolah, kecanduan internet, tawuran, masuk dalam kelompok yang melanggar hukum, mengonsumsi narkoba, terjebak pornografi, hingga terlibat dalam pergaulan seksual yang membahayakan.
Memiliki empati dan keakraban yang hangat dengan anak menjadi cara yang tepat untuk mengatasi beragam persoalan anak. Jangan sampai sebagai orang tua kita hanya pandai memberi nasihat, tidak memberi teladan yang baik, suka menghakimi dan menyalahkan anak.
Empati dan keinginan untuk memahami merupakan hal mendasar, yang ditunjukkan dengan sikap, lagi-lagi, bukan menasihati atau mengancam, melainkan dengan mengajukan pertanyaan apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan. Kita mencoba mencari tahu apa yang selama ini menyulitkan remaja meninggalkan perilakunya yang ia sendiri tahu itu negatif (hlm. 221-222).
Buku karya psikolog, Elizabeth Kristi Poerwandari, yang diterbitkan oleh Kompas (Jakarta, 2021) ini menarik dijadikan bacaan yang kaya manfaat bagi para orang tua. Tema-tema yang dibahas sangat beragam dan dapat memperkaya wawasan kita tentang seputar persoalan yang biasa terjadi dalam sebuah keluarga.
Semoga setelah membaca buku ini, kita dapat menjadi pribadi yang peduli dan tangguh. Peduli dengan apa yang dialami oleh orang lain. Dan tangguh dalam menghadapi setiap persoalan dalam hidup ini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.